Talk about the heart

"Wouldn't be no one else is capable of judging people from the outside. Look inside heart and what talking about!"

Rabu, 04 Januari 2012

Cuma pengalaman gak penting sih. Buat ngeramein aja deh .___.

Ku lihat bintang di langit yang gelap, tersenyumku melihat satu bintang kecil yang bersinar terang. Hambusan angin malam membuatku larut dalam heningnya sunyi malam. Aku tak bisa menahan air mataku yang perlahan jatuh membasahi wajahku. Dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku sangat kesepian. Andai saja aku bisa berbicara dengan bintang, aku ingin mengatakan aku ingin sepertinya. Dapat tersenyum dan selalu menghiasi langit malam yang gelap dengan cahaya kecilnya. Aku ingin kehidupan seterang bintang. Tapi harus ku akui, terkadang kenyataan lebih pahit daripada yang di impikan. Aku mungkin bisa tersenyum di depan orang di sekitarku, tapi di balik hatiku aku menangis aku merasa terpenjara di hidupku sendiri. Peraturan-peraturan yang di buat mama papaku membuatku merasa terkekang, walaupun ku tau peraturan-peraturan itu hanya ingin membuatku lebih baik di masa nanti. Terkadang aku ingin seperti teman-temanku, hidupnya bahagia tanpa peraturan-peraturan yang tak begitu mengekang mereka.



KRIIINNGG… Alarm hapeku berbunyi jam 5.45, bergegas aku mandi dan bersiap-siap ke sekolah.

Meyra!” sapa Lydia.

Apa Lyd?” tanyaku.

“Ntar abis pulang sekolah kamu ada acara ga? Nonton basket di Smanisda yukk..” ajaknya.

Emang sekolah kita maen? Sapa aja yang nonton?”

Iyalah. Ada Rifa, Chila, Anna, Vero, Nia kok. Yayaya ikut yaaa?” kata Vero.

“iYa, aku ikut kok :)” kataku.



>Bel pulangsekolah berbunyi, aku, Lydia, Anna, Nia, Chila, Vero, dan Rifa menuju ke SMANISDA naik angkot jurusan kesana dan memakan waktu 15 menit. Sampai di Smanisda ternyata permainannya sudah di mulai. Disana juga ada dari SMP-SMP lain di Sidoarjo ini.

“Duduk sini sama kita-kita..” kata Pita yang sudah duduk di sebelah kursi pemain SMP-ku. Mataku tertuju pada satu cowok manis dan tinggi, dia Dava.

“Dava, masukin bolanya…” sorakku saat Dava bolanya ke dan akhirnya masuk.

“YEEEEEEE……!!!!” sorak kami semua. Tapi sayang, ternyata sekolah ku kalah juga. “Yasudahlah, mereka kan udah berusaha sebisa mereka..” batinku. Aku dan teman-temanku pindah tempat duduk di deket ring basket, Dava pun menghampiri.

“Weeeeee…” katanya dengan tingkahnya.

“Yeeeekkkk. Keringetmu bau!” kataku guyon.

“Iya nduk, kamu bau haha..” kata Lydia.

“Yoh namae abis basket rekk. Iyo nekk abis mandi parfum, wangi haha..” kata Dava.

“Loh loh loh? Lakk geje hehe..” kata Nia. Kami semua tertawa. Saat itu aku merasakan ada yang aneh di perasaanku, “Ada apa dengan perasanku?” bisikku dalam hati.

“Ada yang mau temenin aku beli minum ga?” kata Rifa.

“Aku ikut!” kata Nia dan Lydia.

“Aku nitp ae hehe..” kataku, Chila, Pita dan Dava. Ga lama mereka datang membawa minuman.

“Makasih..” kataku, Chila, Pita, dan Dava.

“Hey, nopemu brapa? Cuma nope-mu doang ga punya aku haha..” kata Dava padaku dengan tingkahnya. Aku dan Dava pun bertukar nope.

“Hey, aku pulang yoh. Di marain mak-ku ntar..” pamit Dava.

"Yaaaa…” kami serempak. Baru saja aku menutup pintu kamarku, tiba-tiba hapeku bergetar. Ada satu sms masuk ternyata dari Dava, “Weeeeee..” “Apaaa weee?” Lagi apa km weee? Wes sampe ruma ta ?” “Barusan sampe, km weee? Lagi denger musik aja, km?” “Sama..”. Berawal dari hari itu, aku dan Dava dekat. Aku pun merasakan lagi kehadiran cinta yang dulu pernah hadir di hidupku.



"Heee, ga nonton aku basket ta? Aku maen loh? xD” kata Dava di sms.

“Wealaa km baru bilang sekarang, aku suda di ruma.e. emang dimana se? jam brapa?” “Yoh kan aku lupa xP. Di SMAK sekarang..”

“Ga ah. Aku disana sendirian, yang ada aku jadi kacang gosong haha..”

“Ayo talah, kan ada aku. Ada tita juga kok. Aku mau ngomong sesuatu..”

“Emoo, aku capek. Emang kamu mau ngomong apa? Lewat sms ato tlpn kan bisa. Besok ketemu juga bisa kan?”

“Yasudalah gapapa. Ntar aja aku ngomongnya abis basket..”

“Okelaa. Harus menang yoh haha..”



“Weee..” Dava sms.

“Apa weee? Menang ga basket.e?”

“MENANG doong. MENANGgung malu haha xD. Sala.e kamu ga nonton aku xP”

“Leh? Kok aku see? Btw tadi kamu mau ngomong apa hee?” kataku penasaran.

“Ga wes, ga jadi. Ga brani ngomong aku hehe..”

“Ooo awas yoh kamu, ga tag bolo haha..”

“Gapapa, kamu tag shoot yoh, bole ga? Haha..” kata-kata Dava mengagetkanku. “Yah Tuhan, apa ini mimpi? Apa ini khayalanku saja? Ato ini memang nyata?” bisikku dalam hati.

“Leh? Guyon e, bercandamu keterlaluan mass haha..”

“Ya Allah. Aku ga bercanda Meyra. Kamu tag shoot sekarang ato kapan-kapan ae?”

“Loh?? Sekarang ae hehe.. Tapi kamu ini serius ato ga?” kataku memastikan.

“Iya. Jawabanmu apa?” tanpa berfikir panjang.

“Maaf. Aku gabisaa…… Nolak hehe..”

“Jadi?”

“Ya..”

“Makasi sayang :) aku janji, aku ga akan kayak mantan-mantanmu yang dulu, aku ga akan ngecewain kamu..” aku bener-bener ga nyangka kalo tanggal 10.05.10 adalah hari terbaikku di bulan itu. Sejak saat itu aku aku dan Dava resmi ‘berpacaran’. Dan sejak itulah aku merasakan kebebasan dalam hidupku, dan aku bisa tersenyum lagi setelah cinta yang dulu selalu menyia-nyiakanku, menyakitiku, meninggalkanku, dan membuatku menangis. Saat itu aku berharap pada Tuhan, semoga Dava ga menyia-nyiakan aku, ga membuatku kecewa dan selalu membuatku tersenyum :)



Kini sudah 3 bulan aku hiasi hidupku dengan Dava. Segala masalah yang datang bisa kita lalui bersama. Tapi kali ini, mungkin ga bisa aku selesaikan dengan gampang. Di saat aku benar-benar mencintainya dan ga ingin melepasnya, dia mengirimku sms yang benar-benar membuatku nangis semalaman.

“Mi :’(“ kata Dava di sms.

“Apa pi? Kenapa nanges?” Tanya ku kebingungan.

“Aku ketauan mamaku pacaran :’(“

“Loh? Terus?”

“Maaf mi, aku suda janji sama mama papaku. Tapi aku minta kamu yang mengakhiri semua. Aku gamau kamu sakit ati garagara aku :’(“ airmataku sedikit demi sedikit menetes.

“Ga, aku gamau. Aku mau kamu yang mutusin aku! :’(“

“Maaf mi, mungkin hubungan kita sampe disini. Maafin aku yang gabisa ngbahagiain kamu. maafin aku yang ga slalu ada buat kamu :’(“ aku hanya bisa menangis dan mempercayai perkataannya. Airmataku terus menetes tanpa henti, semakin lama aku menangis, semakin deras airmataku yang keluar. “ Kenapa harus aku yang nangis? Kenapa slalu aku yang nangis? Aku ga rela semuanya berakhir gitu aja. Aku sayang Dava. Semua ini terlalu cepat buat berakhir!” teriakku dalam hati.



Seminggu berlalu, hari-hariku selalu di hiasi bayangannya, kenangan bersamanya dan tangisanku. Saat itu aku benar-benar mengharapnya kembali padaku lagi, membuatku tersenyum lagi seperti dulu, sampe aku rela mengukir namanya di tanganku. Teman-temanku mungkin bilang aku bodoh karna aku menanti harapan yang ga mungkin kembali, tapi aku akan tetap menanti saat itu. Aku mencoba menerima semua kenyataan pahit yang di tulis oleh Tuhan untukku, tapi dia membuat semua pengorbanan dan penantianku tak berujung indah selama itu.

“Vero, Anis. Tadi Dava bilang apa ae ke kamu?” tanyaku pada Vero dan Anis saat istirahat berlangsung.

“Loh kamu tau?” jawab Vero.

“Iya. Gatau kamu yang manggil Dava ato Dava yang panggil kamu. bilang apa kok?”

“Kasi tau ta Nis? Tanya Vero pada Anis.

“Tapi kamu ojo nangis lagi loh yah?! Tadi Vero manggil Dava, Vero Tanya ke Dava ‘kamu masi sayang ta sama Meyra?’, tros Dava jawab ‘Ga’, waktu aku tanya ‘kenapa?’ jawabannya aneh..” jelas Anis.

“Emang jawabannya apa?”

“Dava bilang ‘garagara hapeku di sita mamaku’..” kata Anis. Aku hanya diam memendan tangis.

“Meyra, kamu gapapa kan?” tanya Vero.

“Ga, gapapa.”

“Tapi matamu berkaca-kaca..” kata Anis. Aku tetap diam dan menepi ke depan pintu kelasku. Aku peluk Vero seerat-eratnya dan aku menangis di pelukannya.

“Mey, aku kan suda bilang. Kamu gausa nunggu Dava, dia itu suda bahagia tanpa kamu. Dia mutusin kamu biar dia bisa bebas. Kamu ga pantes nangisin orang yang ga pernah nangisin kamu..” kata Anis. Aku tetap menangis.

“Iya Mey. Suda berhenti nangis..” kata Vero dan Amel.

“Loh Mey? Kenapa nangis?” kata Lala dan Putri yang baru datang. Anis pun menceritakan ke Lala dan Putri.

“Suda Mey, gausa nangis mungkin dia bukan yang terbaik buat kamu..” kata Lala.

“Suda Mey, sabar yaah..” kata Putri.

“Lebih baek kamu lupain dia..” kata Lala. Aku mengajak Lala masuk ke kelas dan duduk di mejaku.

“Aku gaisa La..”

“Kenapa?”

“Aku sayang sama Dava, sayang bgt. Aku ga trima dia giniin aku. Kemarin aku abis seneng seneng sama Dava seharian di ruma Bagas, tanyao Pita..” kataku menangis.

“Iya, aku tau kok..”

“La, besok temenin aku ngomong sama Dava yah?”

“Iya, kamu sabar yah..”

“Iya..”



“La, ayo..” kataku.

“Loh? Jadi ta? Dimana?”

“Jadi, di belakang. Panggilno yah, tag tunggu di belakang..” Lala pun menuju ke kelas Dava, sedangkan aku menuju ke belakang. Ga lama Lala datang, tapi mana Dava??

“Mana Dava?”

“Anake gamau. Tadi kan anake di depan kelase, disana rame, anake gamau ikut aku, tros aku bialng ‘pecundang’..”

“Yaweslah..” Ga lama Dava dating di anter Tita.

“Kamu duduk sini..” kataku sambil memaksa Dava duduk di sebuah meja.

“Tit, kamu kesana po.o? Aku pengen ngomong penting sama dia..”

“Iya, sabar yah Mey..” kata Tita. Aku hanya tersenyum.

“Sekarang aku mau kamu ngomong yang kamu bilang sama Vero..” kataku pada Dava.

“Ngomong apa see?” kata Dava.

“Munafik! Kamu jangan pura-pura gatau deh, gausah berlaga bego’..” kata Lala.

“Kamu ngomong apa ae sama Vero? Aku suda tau semua. Kenapa kamu ngomongnya sama Vero, kenapa ga sama aku. Maksutmu opo? Kamu mau maenin aku? Kamu pengen ancurin aku lebih ancur lagi? Kalo kamu wes ga sayang sama aku, yoh ngomong dari awal putus, ojo di akhir-akhir waktu aku masih ngarepin kamu!” kataku sambil memukul tembok. Dava hanya diam tanpa rasa bersalah.

“Kenapa diem? Kalo kamu wes ga sayang sama aku ngomong sekarang di depanku!” bentakku sambil memukul tembok lagi.

“Aku ga tega Mey..” kata Dava memelas.

“Ga tega katamu? Kamu lebih tega kalo aku nunggu kamu terlalu lama tros aku baru tau di akhir, gitu? Ngertio! Aku loh sayang kamu, aku nungguin kamu, aku nanges semingguan, sampe aku nekat nulis namamu di tanganku pake jarum..” aku menangis sambil menunjukkan bekas ukiran nama itu. Dava tetap diam tanpa berbicara sepatah katapun. Aku pun menunggu dia sampe dia mau bicara.

“Ayo ngomong! Ojo jadi pengecut kon!” bentakku sambil memukul tembok lagi.

“Ngomongo kalo kamu ga sayang aku, biar aku ga nunggu kamu terlalu lama, biar aku ga lagi ngarepin kamu lagi Dava..” aku menangis.

“Maaf, aku sudah ga sayang kamu lagi..” Kata Dava. Aku diam menahan tangis.

“Selesai! Ngomong gitu ae susah, daritadi kayak gini po.o! Shit!!” tanganku melayang menampar Dava. Aku berlari meninggalkan tempat itu sambil menangis. Ternyata ada Tita dan Nia yang menungguku dan Lala.

“Kenapa Mey?” tanya Nia. Aku diam dan menangis di pelukan Tita.

“Kenapa La?” tanya Tita pada Lala. Lala pun menceritakan semua pada Tita dan Nia.

“Sabar Mey. Dava emang gitu. Temenku itu jadi korbannya..” kata Nia.

“Ya ampun Mey, tanganmu loh lecet kayak gini..” kata Tita.

“Yoh gimana ga lecet Tit, dia gebukin tembok mulu..” jelas Lala.

“Aku mau ke kelas..” aku berlari ke kelas. Aku pukul pintu depan kelasku dengan keras dan anak-anak di sekitar kelasku pun kaget. Aku hanya menangis dan memukuli tembok kelas lagi tanpa heti dan sekeras mungkin.

“Meyra! Sudah! Jangan nyakitin diri kamu sendiri..” bentak Putri menghentikanku. Aku diam menangis dan duduk di atas meja kelasku. Lala pun menceritakan semua yang terjadi tadi pada D PRILAZ, mereka yang slalu ada untukku.

“Dava hjahat, Dava jahat!! Teriakku dalam batin sambil memukul tembok lagi.

“Mey, tanganmu loh udah lecet. Gausa lagi gebukin tembok..” larang Putri.

“Kamu loh cantik Mey, pasti banyak cowok yang bisa gantiin cowok brengsek kayak dia, bahkan cowok itu lebih baek daripada Dava. Dava bukan yang terbaik buat kamu..” kata Lala.

“Suda Mey. Sabar yah. kamu ga tag traktir bakso loh haha..” Amel dan Rina berusaha membuatku tersenyum.

“Jiaah, malah ngomongin bakso e..” kata Pita dan Anis. D’ PRILAZ pun tertawa, kecuali aku. Aku lelah, tanganku mulai sakit, pengeliatanku buram, buat ngomong aja susah apalagi ketawa, tapi tetap menangis.

“Mey, ikut aku ke tempat tadi po.o..” ajak Tita.

“Ngapain? Disini ga bisa ta?” tanyaku.

“Bentar aja. Aku mau ngomong penting, ga enak ngomong disini..” kata Tita. Aku pun mengikuti mereka, walaupun tangan kananku mulai kaku, aku lelah, dan mataku sembab, pokoke aku elek –“

Disana aku di suruh duduk di atas meja di temani Nia, Tita gatau mau kemana. Aku hanya diam tanpa kata sepatah pun keluar dari mulutku, hanya airmata yang menetes. Tiba-tiba Tita datang membawa Dava. Aku berusaha pergi tapi tanganku di tarik Nia.

“Ngapain lagi see?” kataku. Disana aku, Dava, Nia, Tita, Lala, Amel, Pita, Rina, Putri, Anis, Intan debat ga ada hentinya. Aku hanya bisa menangis dan mengeluarkan kata-kata ‘kenapa dia bilang ke Vero? Kenapa ga langsung sama aku? Aku loh nunggu dia. Kalo dia emang suda ga sayang aku, oke aku mundur. Aku ga bakal ngarepin dia lagi, aku pergi dari kehidupannya, aku gamau gangguin kehidupannya sama cewek lain. Aku mau dia jujur karna aku gamau nunggu dia terlalu lama, karna percuma aku nunggu yang ga pasti tapi akhirnya juga aku yang nangis.’ Teman-temanku berusaha menenangkanku dan Dava, tapi tetap saja gabisa. Malahan semua menangis, termasuk aku dan Dava.

“Suda Mey, Dav. Gausa nangis. Walopun kalian ga pacaran lagi, tapi seenggaknya kalian berteman, jadi mantan yang baik..” kata Pita. Suasana disana pun jadi hening. Aku berfikir, tenyata aku yang salah. Akulah pembuat masalah ini menjadi tambah rumit karna sifatku masih kekanak-kanakan dan egois, aku akui aku salah.



Hari esok pun datang. Ya ampun aku elek.e, mataku sembab banget, tangan kananku kaku gabisa gerak, jari-jariku lecet.

“Hey Mey!” sapa Yarbo sambil memukul tangan kananku.

“Hadoooh boo. Sakit beggooo’!!” bentakku.

“Mari lapo kon?”

“Mari gebuki tembok..”

Yoh kon pisan lholok, tembok mbok gebuki. Itu si derita loo..” kata Yarbo.

“Ibabade..” kataku.

“Pita, tau Dava ga?” tanyaku.

“Ga, kenapa lagi sayang?”

“Gapapa. Aku Cuma mau minta maaf. Aku yang salah, aku yang buat masalah ini jadi panjang..” kataku. Aku langsung mencari Dava, Pita mengikutiku dari belakang. Aku cari di kelas ga ketemu, aku cari di belakang sepi, ternyata anaknya di depan.

“Dava!”

“Apaa?”

“Aku minta maaf soal kemaren. Aku akui aku yang salah, aku egois..” kataku tersenyum menahan tangis sambil mengulurkan tanganku.

“Iya, aku juga minta maaf..” kata Dava tersenyum.

“Nah gini doong. Jadi temen baik loh yah?” kata Pita, Intan dan Novi. Aku tersenyum dan berlari ke kelas dan menangis.

“Loh Mey? Kenapa nangis? Kamu kan udah minta maaf, anaknya juga minta maaf ke kamu..”

“Iya. Brarti semua ini selesai. Sudah jelas semua pengorbananku slama ini sia-sia. Dia suda ga sayang aku, aku sudah minta maaf sama dia. Brarti aku harus bisa ngelepas dia, tapi aku gabisa..” kataku menangis.

“Tapi aku salut sama kamu. kamu brani minta maaf dan berusaha buat ikhlasin dia. Padahal kamu cewek, cowok aja jarang yang kayak gitu..” kata Pita tersenyum, aku pun tersenyum.



Sebulan berlalu, aku hari-hariku di hiasi oleh canda tawa dan airmata sahabat-sahabatku, D’ PRILAZ, Lydia, Nia, Tita, Chila, Vero, Mitta, Intan, Yarbo, Dika, Arish, dll yang slalu ada buat aku dan slalu membuatku tersenyum menerima kenyataan. Aku denger kalo Dava lagi deket sama seseorang, aku ikut bahagia dengernya. Dan tepat tanggal 29.08.10 aku temukan pengganti Dava, dia Arish. Hanya satu harapanku, semoga Arish yang tebaik, ga seperti yang lain. Makasih banget buat sahabat-sahabatku yang slalu ada buat aku, slalu buat aku senyum, slalu kasih aku semangat, maafin aku yang jarang mau denger saran kalian. Aku sayangg kalian :* :D. Makasih juga buat Arish, I ♥ YOU :* aku harap kamu ga kecewain aku, karna saat ini aku sudah merasa bahagia memilikimu haha :D. Dan yang terakhir, makasi yang sebesar-besarnya buat Dava atas semua luka yang kamu kasih buat aku, yang slama 3bulan itu aku hanya di jadikan pelarian semata, semua luka yang kamu kasih ke aku akan aku kenang sampe akhir hidupku, FOREVER! Semoga kau bahagia dengannya..

…SELAMAT TINGGAL MASALALUKU , AKU AKAN TETAP MELANGKAH DAN TERSENYUM…





- THE END -